Senin, 05 Maret 2018

Cerbung part 1

Mungkin aku bukan wanita terbaik yang pernah kau temui.
Mungkin juga bukan wanita tercantik yang pernah kau jumpai.
Aku sadari aku jauh dari sempurna.
Tak seperti bidadari yang tanpa cela.
Aku ... aku hanya wanita yang darimu,
aku tau bagaimana belajar mencintai apa adanya…

***
Pagi ini, kulihat matahari terbit dari jendela.  Mentari itu tanpa malu-malu memancarkan sinarnya. Pohon kedondong di depan jendelaku nampak senang sekali dan menikmati. Burung-burung yang bertengger di dahan-dahanya berkicau dengan riangnya. Karena embun, daun pohon itu basah. Binatang-binatang kecil yang bersarang di pohon itu nampak bersemangat sekali melewati hari ini, meskipun ada beberapa yang enggan untuk melewati daun yang basah itu.

Pagi ini tidak ada yang spesial sebenarnya, sama seperti pagi-pagi biasanya. Tapi tidak dengan pikiranku. Pikiranku melayang jauh. Kubuka laci-laci tempat memori merekam setiap kejadian dalam hidupku. Dari aku kecil hingga berubah status menjadi seorang istri. Pikiranku liar mengelana, hingga tanpa kusadari sebuah tangan memegang pundakku.

“Sepertinya serius sekali sedang memikirkan apa?” tanya laki-laki itu.

“Oh ... Enggak ada apa-apa. Aku hanya berpikir tentang jalan hidup sesorang perempuan. Ketika seorang perempuan menikah, apakah perjuangannya sudah berakhir atau malah sebaliknya?" jawabku.

Dia menatapku dengan penuh tanda tanya, seperti meminta sebuah kejelasan.

"Maksudku ... well seorang perempuan yang belum menikah pasti sangat idealis, mereka bebas menggambar masa depannya seperti apa, bebas mengaktualisasikan dirinya, mencari pengalaman sebanyak-banyaknya dan bebas untuk melakukan apapun yang dia suka," lanjutku.

Aku lirik bagaimana reaksinya. Sebuah senyuman tergambar di wajahnya.

"Semua itu apa bisa dilakukan seorang perempuan yang sudah berubah status menjadi seorang istri?"

Lelaki itu tak menjawab pertanyaanku, dia hanya menantap mataku lalu memelukku.

“Kamu belum siapkah menjadi seorang istri?” tanyanya.

Dan aku hanya terdiam dalam pelukannya.

***

Kami tahu bahwa pernikahan kami bukan didasari rasa cinta. Dia mau menikahiku karena orangtua kami bersahabat. Ibunya memintanya untuk menikahiku karena kehidupan kami sangat susah sejak kematian Bapak. Aku tau dia tak punya pilihan lain selain menuruti kehendak ibunya, karena begitu besar baktinya ke beliau. Dan begitu juga aku, aku tidak mempunyai pilihan lain. Selain mengiyakan keinginan ibu, karena akupun tak berdaya untuk menolak. Setidaknya tidak ada ketakutan menikah dengannya,  karena paling tidak, aku tau keluarganya dan dia begitu hormat padanya ibunya. Kalau perlakuan dia dengan ibunya begitu, pasti dengan istrinya juga akan baik. Itulah yang membuat aku berani mengambil keputusan untuk menerima lamarannya.

bersambung

#tantangan cerbung

5 komentar:

  1. Sedikit krisan mbak
    “Oh ... Enggak ada apa-apa. Aku hanya berpikir tentang jalan hidup sesorang perempuan. Ketika seorang perempuan menikah, apakah perjuangannya sudah berakhir atau malah sebaliknya? maksudku ... well seorang perempuan yang belum menikah pasti sangat idealis, mereka bebas menggambar masa depannya seperti apa, bebas mengaktualisasikan dirinya, mencari pengalaman sebanyak-banyaknya dan bebas untuk melakukan apapun yang dia suka. Semua itu apa bisa dilakukan seorang perempuan yang sudah berubah status menjadi seorang istri?" tanyaku.

    Kalimatnya panjang, mungkin bisa diselingi sama reaksi suaminya

    BalasHapus
    Balasan
    1. oh iya siap laksanakan.
      awal redaksinya memang beberapa dialog.
      terimakasih banyak krisannya mas arif. ditunggu krisan selanjutnya

      Hapus
  2. Aku penasaran dengan reaksi suaminya.


    Walaupun aku tahu impian seorang wanita ketika masih single tidak akan sebebas saat ia sudah memiliki suami.

    BalasHapus