Minggu, 11 Februari 2018
Hari ini kami, aku dan suami menghadiri udangan stadium
generale Kuttab Al-fatih Gresik. Niat kami insyaAllah akan memasukkan Uwais
(anak kedua kami) kesana. Kuttab mungkin sesuatu yang asing buat masyakat
kita sekarang. Padahal Kuttab adalah sistem pendidikan islam yang berhasil menjadikan islam berjaya beratus-ratus tahun
lamanya. Dan banyak generasi islam yang sukses di usia belia. Kurikulum di Kuttab
ini hanya ada dua yaitu keimanan dan Alquran. Setiap hari, anak mulai usia 5
tahun ditempa dengan ilmu masalah keimanan dan alquran. Tidak ada pelajaran
bahasa inggris, tidak ada pelajaran IPS atau IPA. Toh jika ada ilmu alam hanya
tempelan yang kebetulan hari itu, saat belajar Alquran membahas masalah tersebut.
Ilmu berhitung hanya ilmu berhitung dasar.
Sekilas kurikulum di Kuttab ini adalah kurikulum yang anti
mainstream. Karena kurikulumnya tidak seperti kurikulum di Diknas atau Depag, maka
jangan berharap anak anda akan mendapatkan ijasah. Tidak ada ijasah disini,
jika anak anda ingin melanjutkan ke jenjang sekolah yang resmi maka anda harus
mengikuti ujian persamaan (kejar paket).
Dalam stadium general kemarin, pemateri menyampaikan sebuah Hadist, “Barangsiapa menuntut ilmu yang seharusnya untuk Allah, namun ia tidak menuntutnya kecuali untuk mencari dunia, maka pada hari kiamat ia tidak akan mendapatkan bau surga.”(HR. Ibnu Majah, Abu Daud dan Ahmad; shahih). Itulah
mengapa di Kuttab tidak di anjurkan atau bahkan dilarang keras anak didiknya
mengikti berbagai lomba atau kompetisi. Seperti lomba hafizh Quran atau sejenisnya karena hal itu bertujuan
untuk menjaga niat dalam menuntut ilmu.
Gambar diambil dari Google |
Sistem pengajaran yang masih tradisonal. Tidak menggunakan
bangku, hanya lesehan di karpet atau tikar. Tempat duduk sang Guru di posisikan
lebih tinggi. Mengapa demikian? Karena sejatinya seorang guru mempunyai izzah
sebagai orang yang berilmu. Harus dihargai dan dihormati. Sangat kontras dengan
kondisi sekarang bukan? Akhir-akhir ini bertebaran
di berita seorang murid yang berlaku tidak sopan dengan gurunya dan bahkan ada
yang sampai membunuh gurunya. Padahal seseorang yang sudah tidak bisa menghargai
seorang guru maka dia tidak akan merasakan manisnya ilmu.
Teringat sebuah peristiwa di Madura, seorang Guru tewas
karena di hajar muridnya. Apakah separah ini dunia pendidikan kita? Dimana adab
seorang murid terhadap gurunya? Bukankah adab menuntut ilmu itu 2/3 dari ilmu
itu sendiri? Dan bukankah seharusnya adab seorang murid kepada gurunya adalah dengan
menghormati dan memuliakannya?
Imam Ibnu Hazm berkata: “Para ulama bersepakat, wajibnya memuliakan ahli al-Qur’an, ahli Islam dan Nabi. Demikian pula wajib memuliakan khalifah, orang yang punya keutamaan dan orang yang berilmu.” (al-Adab as-Syar’iah 1/408).
Lalu coba tengok Nabi bersabda,“Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak menghormati orang yang tua, tidak menyayangi yang muda, dan tidak mengerti hak ulama kami.” (HR. Al-Bazzar 2718, Ahmad 5/323, lafadz milik Al-Bazzar. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shohih Targhib 1/117)
Ya akhlak atau moral
generasi sekarang yang harus dipertanyaakan. Di era semua serba Digital, kenapa
moral nya semakin bobrok? salahnya dimana?
Seharusnya menjadi PR kita semua, bahwa menanamkan adab atau
akhlak yang mulia adalah tugas semua, baik guru ataupun orang tua. Mengapa akhlak sangat penting? Bukankah
Rasulullah diutus oleh Allah untuk memperbaiki akhlak umatnya?
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلاَقِ.
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”
Akhlak yang baik sebagai bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk sebagai bukti atas lemahnya iman, semakin sempurna akhlak seorang Muslim berarti semakin kuat imannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar