Sejak mengenal dunia maya, Facebook tepatnya, Erna kini
banyak berubah. Dulu sehari-hari daster dan bau kompor adalah menjadi ciri-kasnya.
Namun kini berbeda, gincu merah merona selalu melapisi bibirnya. Daster yang
menjadi seragamnya sehari-hari kini juga berganti, rok mini dan kaos ketat
membalut tubuhnya, dan daster itu kini menjadi jampel di dapur dan sebagian
lagi menjadi kain keset kamar mandi.
Marlina teman dekat Erna juga heran dengan perubahan
penampilannya, bukan hanya penampilan gaya bicara dan cara berjalannya pun
berubah. Dulu Erna suka membicarakan hal-hal seputar masakan, atau membicarakan
tetangga mereka yang sembunyi karena dikejar-kejar bank harian. Namun kini tema
pembicaraan Erna berubah, Erna seperti politikus yang sedang berkomentar di
acara televisi, bahasa asingpun sering terlontar dari mulutnya,
meskipun sejatinya Marlina tahu bahwa Erna pasti juga tak mengerti apa yang
sedang dia ucapkan. Jika demikian Marlina hanya mengangguk-angguk dengan
khitmat seperti orang yang sedang tidur dalam angkot.
Cara jalan Erna juga berubah, dulu Erna kalau jalan seperti orang
yang sedang mengejar kucing yang mencuri ikan di meja makan. Cepat sekali. Dasternyapun
dia salahkan karena mengganggunya dalam melangkah hingga tak jarang daster itu
akan diangkat diatas lutut. Tapi sekarang,
jangan heran , jalannya seperti jalan induk entok
yang sedang berjalan dengan anak-anaknya, seorang model yang sedang jalan di
catwolk pun pasti kalah dengannya.
Persahabatan Marlina dan Erna dimulai sejak mereka masih SD.
jika ujian, Marlina yang tak lebih pintar dari Erna selalu percaya dengan
jawaban yang diberikan Erna padanya.
“Na.. no.5 Medan ibu kota dari propinsi apa?” tanya Marlina.
“ Jelas Ambon itu.”
“Ambon?” tanya Marlina ragu.
“Iya, percaya saja sama aku.1000% pasti betul. Kemarin aku
lihat ditipi bikang Ambon menjadi buah tangan paling terkenal dari Medan. Jadi
jelas, bikang nama makanan dan Ambon pasti nama daerah. Jadi Medan pasti ibukota dari Ambon.” Jawabnya mantab sekali, seperti orang
yang sedang mengucapkan ijab kabul saat menikah,tak ada keraguan sedikitpun.
***
Persahabatan Merlina dan Erna tetap terjalin meskipun keduanya
telah menikah. Marlina menikah dengan seorang pemuda dikampungnya. Sedangkan Erna
menikah dengan pemuda tetangga desa. Tidak ada rahasia diantara keduanya. Bahkan
urusan pribadipun kerap mereka bicarakan. Seperti yang terjadi diobrolan siang
ini.
“Mar... tengoklah pemuda ini! Cakep banget kan?” Tanya Erna
sambil menyodorkan gawainya kepada Marlina.
“Wah ini mah bukan hanya cakep tapi udah kayak artis. “
Jawab Marlina dengan antusias.
“Itu siapa Na? Aha jangan bilang itu selingkuhan kamu ya?
Dosa atuh Na selingkuh itu! Kalau kang Ujo tahu bakal bahaya kamu, bisa-bisa
kamu tidak dikasih uang belanja selama 3 tahun.”
“sstt... jangan keceng-kenceng ngomongnya. Aku Cuma kenal
dia lewat facebook kok, belum pernah ketemu.”
“ih... itumah sama ajah atuh Na, sama-sama selingkuh.
Meskipun belum ketemu tapi kalau kalian sudah sering ngobrol, apalagi
ngomongnya pake mesra-mesra segala!”
“Ah sok tahu kamu Mar, namanya juga buat hiburan.”
4 hari kemudian Erna mendatangi rumah Marlina. Rumah Marlina
yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah Erna, Cuma berjarak 3 rumah. Saat itu
Marlina sedang memasak di dapur.
“Mar... aku binggung!”
“Ada apa? Pagi-pagi kok sudah binggung,” jawab Marlina.
“Mas Joy ngajak aku ketemuan,”
“Mas Joy? Siapa dia?”tanya Marlina sambil membalik tempe di
penggorengan.
“Iya mas Joy... itu loh poto yang pernah aku perlihatkan ke
kamu, teman facebookku!”
“Oo... selingkuhanmu itu.”
“Hus... jangan kenceng-kenceng ngomongnya.”
“Kalian mau ketemu dimana?”
“Di Warung Mbok Sumi.”
Pukul 4 sore, Erna sudah rapi. Gincu merah merona dengan bulu
mata anti badan sudah terpasang di mata sipitnya. Aneka warna warni, biru,
merah, jingga juga berebut menghiasi wajahnya. Gaun merah muda selutut dengan
banyak payet sudah ia kenakan. Baju itu
terakhir dia pake saat tampil menyanyi di acara Agustusan. Baju keramat yang
hanya digunakan saat manggung. Sandal berhak tinggi yang sudah lama tersimpan
dalam lemari kini dia pake. Sandal itu hanya keluar jika menghadiri hajatan
kawinan. Rambutnya yang dulu selalu di kucir kuda kini digerai manja di pundaknya. Rambutnya dihiasi jepit
kupu-kupu di sisi kiri dengan poni barunya yang baru saja ia potong siang tadi
di salon Mbak Sri.
Dengan langkah entoknya
dia terlihat sangat kaku. Nampak sekali dia tidak biasa menggunakan sandal
berhak tinggi. Kekiri ke kanan menjaga keseimbangan. Sore ini
jantungnya serasa berdetak 2 kali lipat lebih cepat dari biasanya. Selain
merasa deg-deg bertemu mas Joy, Erna juga takut pertemuannya dengan pria itu
diketahui oleh kang Ujo.
Pukul 4.30 wib Erna datang lebih dulu di warung Mbok Sumi.
Di inbox Facebooknya mas Joy bilang
bahwa dia kan menggunakan baju kotak-kotak warna biru muda dengan bunga mawar
disakunya. Semenit dua menit Erna menunggu dengan perasaan tak menentu. Hingga akhirnya
dari kejauhan terlihat sosok seorang pria memakai baju kotak-kotak biru muda
dengan bunga mawar di sakunya. Tapi... semakin dekat pria itu sepertinya Erna kenal
dengan sosoknya. Apa... itu kan Kang Ujo? Jerit Erna dalam hati. Kenapa Kang
Ujo memakai baju kotak-kotak berwarna biru dengan bunga mawar di sakunya? Harusnya
kostum itu yang dipakai mas Joy bukan Kang Ujo. Antara wajah Kang Ujo dengan profil picture di Facebook Mas Joy sangat jauh berbeda.
“Erna kenapa kamu disini?”tanya Kang Ujo membuyarkan pikiran
Erna yang sedang binggung.
“Enggak ada apa-apa kang, tadi aku lewat jadi sekalian beli
gorengan.”
“Aku pulang dulu ya Kang!” Dengan menjinjing sandalnya dia
mengambil langkah panjang.
Di perjalanan pulang, dia membuka inbox di facebooknya, dia menulis sebuah pesan untuk Mas Joy
“Maaf mas sepertinya kita putus saja”
Di Facebooknya, poto profile
nya dia hapus. Di poto itu nampak wanita cantik bermata belok tersenyum
manis menunjukkan gigi gingsulnya. Poto wanita itu dulu dia ambil dari google. Dan
sebuah akun facebook yang bernama Mr. Joy dia blokir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar