Kamis, 19 Desember 2019

The Puppeteer, Sebuah Tradisi Pemakaman yang Berbeda



Jostein Gaarder seorang penulis bestseller Dunia sophie, melalui  bukunya The Puppeteer mengisahkan tentang seorang yang bernama Jacop Jacobsen. Jocob Jacobsen adalah seorang pria biasa yang mempunyai hobi penghadiri pemakaman, berbagi emosi sesaat kepada keluarga yang berduka . Meskipun dia harus mengarang kebohongan tentang bagaimana dia mengenal para almarhum.

Karena novel ini banyak berkisah tentang suasana pemakaman maka saya akan   menyoroti  mengenai perbedaan tradisi pemakaman di Indonesia dan di Norwegia (setting novel ini).
Indonesia  mayoritas penduduknya adalah muslim, maka prosesi pemakaman menggunakan syariat islam. Tidak banyak prosesi setelah mayat di makamkan, hal ini sangat berbeda dengan tradisi di Norwegia. Tradisi pemakaman di Norwegia sebelum dan sesudah prosesi pemakaman sangat panjang.

Gereja Vestre Aker telah penuh sesak, dan kami berjalan berdesak-desakan di belakang tandu menuju makam. Meski sinar matahari terhalang dedaunan,sinarnya tetap menusuk mata, sebagian orang memanfaatkan kesempatan untuk memakai kacamata hitamnya. Di kepala terus berdengung lagu-lagu koor, solo trompet yang anggun, dan bunyi orgel  yang menghanyutkan. (halaman17)
Hal ini menggambarkan kepada kita bahwa prosesi sebelum pemakaman di adakan acara di Gereja terlebih dahulu dengan diiringi lagu koor, solo trompet dan bunyi orgel.  Lalu setelah acara pemakaman selesai maka akan diadakan acara mengenang almarhum. Dalam acara mengenang almarhum aka nada perwakilan dari keluarga untuk memberikan sambutan. Tamu-tamu yang hadir akan menyampaikan sepatah dua patah kata mengenai kenangan bersama almarhum.

“Sebentar lagi akan disajikan makanan di meja, dan kita akan makan bersama dan mencoba akan mmengenal satu sama lain di tempat duduk masing-masing. Setelah itu akan ada kesempatan untuk menyampaikan sepatah dua patah kata untuk , dan saya mohon untuk memberikan tanda kepada saya terlebih dulu, karena seperti yang kita ketahui saya lah yang ditugaskan memimpin acara sore ini. Di acara mengenang Erik ini, kita juga akan disuguhi sedikit pertunjukkan seni, sesuatu yang sudah sepatutnya. Tapi , mari kita mulai dengan sajian dagigng yang diasinkan, sour cream, telur orak-arik, salad kentang, flatbread, bir, dan air putih. (halaman 29)

 Di Norwegia yang mayoritas penduduknya adalah memeluk agama Kristen sangat berbeda dengan di Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya memeluk Islam. Di Norwegia jamuan mengenang almarhum diisi dengan acara berbincang, setiap tamu di beri kesempatan untuk berbicara mengenai almarhum dengan ada pertunjukan seni dan berbagai macam hidangan seperti hidangan pesta. Namun di Indonesia setelah pemakaman tidak  ada prosesi  seperti itu kecuali yasin dan Tahlil untuk mengirimkan doa.


#RCO6
#pekan3
#ODOP
#OneDayOnePost


Rabu, 04 Desember 2019

Murad si Tokoh Tanah Surga Merah

Murad adalah nama tokoh utama dalam novel Tanah Surga Merah yang ditulis oleh Arafat Nur. Dalam buku ini Murad adalah mantan tentara gerakan Aceh merdeka (GAM). Dahulu sebelum dia buron,  dia dan teman-temannya (yang kini banyak tergabung dengan Partai Merah) berjuang untuk sebuah idealisme, yaitu memperjuangkan kesejahteraan Rakyat Aceh. Namun ketika dia mendapati salah satu teman seperjuangannya  yang mencoba memperkosa seorang gadis belia, gadis yang masih kerabat dekatnya, Murad menembak lelaki itu. Dan sejak saat itu dia menjadi buronan Partai merah dan pemerintah.

Murad adalah seorang sosok yang mempunyai rasa solidaritas yang tinggi untuk orang miskin dan tertindas. Begitu melihat jeritan dari dalam, darah juangku seketika menyala. Aku mendobrak pintu dan lansung memuntahkan tembakan ke tubuh Jumadil yang menatapku keatakutan (halaman 25).
Aku memutuskan keluar sekolah dan bergabung  dengan pejuang dengan pejuang atas kemauan sendiri karena tidak tahan dengan sikap dan kelakukan tentara yang  egitu kejam dan kasar; mereka kerap membunuh, menculik, menjarah, dan memukuli orang- seakan hanya itu tugas utama tentara yang diajurkan Negara. ( Halaman 33)

Sepulang dari masa buronannya, karena kecintaannya terhadap tanah Aceh, maka Murad memutuskan untuk kembali ke tanah Rencong. Namun sebuah kenyataan kenyataan pahit harus dia temui. Banyak sekali kejadian atau peristiwa  di Aceh yang tidak sesuai dengan apa yang dia bayangkan. Mulai dari temen-temen seperjuangannya yang dulu berjuang untuk rakyat Aceh namun kini masuk kepemerintahan di bawah bendera Partai Merah malah berlaku sebaliknya. Murad  juga merasa risih dengan kebiasaan rakyat Aceh yang melenceng dari ajaran agama Islam. Mulutku terasa haus dan aku tidak ingin lebih lama mendengarkan kata-kata jorok anak Bengal ini, dan agaknya tidak menghargai orang tua. Tak ada yang dipikirkan kecuali isi kancut perempuan, dan inilah generasi Aceh masa depan yang otaknya lebih cerdas daripada Amerika. Orang-orang Partai merah lah yang kerap kali meracuni pikiran anak-anak kampong, juga orang tua pikun yang langsung percaya dan membenarkansanjungan menyesatkan yang semakin membuai dan membuat mereka semakin malas berfikirdan semakin membenci buku; dan bahkan Alquran pun telah jarang mereka sentuh. (halaman 64-65)

Murad juga seorang yang tidak suka merepotkan orang lain. Aku lebih memilih jalan kaki daripada lebih meminta Abduh menjemputku yang nanti justrutambah menyibukkannya. Aku tak ingin menjadi tamu yang manja dan harus jadi orang yang tahu diri. (halamana 65)

Dalam pelariaannya untuk menghindari orang-orang partai merah, Murad mendatangi teman-temannya masa lalu yang masih sepemikiran dengannya. Teman-teman itulah yang membantu Murad untuk tetap aman. Meskipun Murad keras kepala namun dia masih menjunjung tinggi baktinya kepada ibunya yang kini agak tuli. Hingga akhirnya Murad bersembunyi di sebuah perkampungan tertinggal di tengah hutan dan bertemu dengan seorang gadis bernama Jamela. Sosok gadis belia yang pemberani, dan dengan gadis ini pula Murad berhasil menghindari bahaya.


#RCO6
#OneDayOnepost