Kamis, 17 Mei 2018

Membangkitkan Fitrah seksualitas Anak Day1


Kuliah Bunsay IIP Materi level 11
Review Day 1

Membangkitkan Fitrah Seksualitas Anak 



Semakin maraknya fenomena 'Bingung" gender di tanyangan televisi maupun di media sosial, membuat para orang tua harus bekerja lebih keras lagi agar anak-anak mereka tumbuh sesuai fitrah seksualitasnya. Laki-laki  menjadi laki-laki sejati dan perempuan juga begitu. Miris sebenarnya melihat banyak penyimpangan yang terjadi di jaman sekarang. maraknya ideologi LGBT dengan dalih HAM dan laki-laki berpakaian dan berprilaku seperti perempuan dan sebaliknya. Padahal Rasulullah telah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki. 

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari no. 5885).

Tantangan Gender Jaman Now 
  • Di Keluarga  : Konsep yang samar, tentang peran suami dan istri. Dalam keluarga suami hanya berperan sebagai pencari nafkah sedangkan istri pemikul semua urusan domestik rumah. Belum tuntasnya penguatan konsep gender oleh orang tua ke anak ( anak lelaki yang menyerupai perempuan dan sebaliknya) 
  • Maraknya penyebaran LGBT atas nama HAM  : Maraknya tontonan atau media sosial yang menampilkan bias gender. Laki-laki berpakaian atau berprilaku seperti perempuan dan atau sebaliknya. 
Sebenarnya apa sih yang di maksud dengan mendidik fitrah seksualitas itu? 
Mendidik Fitrah Seksualitas adalah merawat, membangkitkan dan menumbuhkan fitrah sesuai gendernya, yaitu bagaimana seorang lelaki berfikir, bersikap, bertindak, merasa sebagaimana lelaki dan bagaimana seorang perempuan berfikir, bersikap, bertindak, merasa sebagai seorang perempuan. 

Dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : 
Prinsip 1 : Fitrah Seksualitas memerlukan kehadiran, kedekatan, kelekatan Ayah dan Ibu secara utuh dan seimbang sejak anak lahir sampai usia aqilbaligh (15 tahun) 

Prinsip 2 : Ayah berperan memberikan Suplai Maskulinitas dan Ibu berperan memberikan Suplai Femininitas secara seimbang. Anak lelaki memerlukan 75% suplai maskulinitas dan 25% suplai feminitas. Anak perempuan memerlukan suplai femininitas 75% dan suplai maskulinitas 25%. 

Prinsip 3 : Mendidik Fitrah seksualitas sehingga tumbuh indah paripurna akan berujung kepada tercapainya Peran Keayahan Sejati bagi anak lelaki dan Peran Keibuan sejati bagi anak perempuan. Buahnya berupa adab mulia kepada pasangan dan anak keturunan. 

Untuk itu orang tua hendaknya kembali kepada peran dan fungsi utamanya sebagai pendidik anak-anak. Berkaitan dengan pergeseran seksual dan peran gender yang terjadi saat ini, orang tua wajib bersinergi dalam membangkitkan fitrah seksualitas anak. Karena menumbuhkan fitrah ini banyak bergantung pada kehadiran dan kedekatan dengan ayah dan ibu. 


Seberapa penting membangkitkan fitrah seksualitas anak? 

Penting, penting banget! 

Karena dengan kesadaran yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya, akan perperan besar terhadap peradaban. Karena peradaban itu dimulai dari manusia terkecil, individu, kemudian keluarga lalu masyarakat. 

Solusi dalam menjaga fitrah seksualitas anak 

~ orangtua bersama-sama memberikan pengasuhan sesuai tahapan usia anak 

~ Bijak dalam berteknologi, memanfaatkan teknologi sesuai dengan kebutuhan 

~ Berkomunikasi yang BBM, baik, benar dan menyenangkan juga memberikan pendidikan agama sejak dini. 

~ Memberikan lingkungan yang baik, lingkungan dan orang-orang yang bisa saling menguatkan dan saling menasehati dalam kehidupan 

Tahapan pengasuhan anak untuk membangkitkan fitrah seksualitas anak : 

Ø Usia 0-2 tahun anak laki-laki dan anak perempuan didekatkan pada ibunya karena ada menyusui. Ini tahap membangun kelekatan dan cinta. 

Ø Usia 3-6 tahun anak laki-laki dan anak perempuan harus dekat dengan ayah ibunya agar memiliki keseimbangan emosional dan rasional apalagi anak sudah harus memastikan identitas seksualnya sejak usia 3 tahun. 
Ø Usia 7-10 tahun anak laki-laki lebih didekatkan kepada ayah, agar mendapat suplai “kelelakian” atau maskulintas, melalui interaksi aktifitas dengan peran peran sosial kelelakian, misalnya diajak ke masjid, diajak naik gunung, diajak olahraga yang macho. Ayah juga yang harus menjelaskan tentang “mimpi basah” dan fiqh kelelakian, seperti mandi wajib, peran lelaki dalam masyarakat, konsep tanggungjawab aqilbaligh, pokok aqidah dsb. 

Begitu pula anak perempuan lebih didekatkan ke ibunya, agar mendapat suplai “keibuan” atau suplai feminitas, melalui interaksi aktifitas dengan peran peran sejati sosial keperempuanan, misalnya merawat keluarga, memasak, menjahit, menata rumah, menata keuangan dstnya. Bunda juga yang harus menjelaskan tentang “haidh” dan fiqh perempuan, seperti mandi wajib, peran wanita dalam masyarakat, konsep tanggungjawab aqilbaligh, pokok aqidah dsb. 

Ø Usia 11-14 tahun anak laki-laki didekatkan dengan ibu, agar dapat memahami perempuan dari cara pandang seorang perempuan atau ibunya. Anak perempuan didekatkan dengan ayah, karena kelak dia akan menjadi istri dari seorang lelaki yang juga menjadi ayah dan imam bagi keluarganya. 

Ø Usia >15 tahun adalah masa dimana fitrah seksualitas kelelakian matang menjadi fitrah peran keayahan sejati, dan fitrah seksualitas keperempuanan matang menjadi peran keibuan sejati. 


Sumber : Harry Santosa, Fitrah Based Education 



#fitrahseksualitas
#learningbyteaching
#bundasayangsesi11







Sang Bapak


Lelaki itu menatap lekat segelas air sirup di meja. Pikirannya melayang ke masa lalunya. Matanya tak bisa beralih dari gelas yang berwarna merah. Digenggamnya gelas itu dengan erat. Dingin dari gelas  kini telah merambat ke tangannya dan membekukan hatinya. 

Sosok lelaki yang sudah dewasa itu, tubuhnya mengkerut menjadi seorang bocah kecil. Kursi dan mejanya tak lagi sama. Hidangan di meja juga sangat jauh berbeda. hanya ada dua gelas air putih dan nasi berlauk tempe. Sedangkan di ujung meja adalah wanita separuh baya yang wajahnya sangat letih. Posisinya masih sama, memengang gelas. Namun gelasnya kini hanya berisi air putih yang tak bersuhu. Diangkatnya gelas itu dan di letakkan di bibirnya. Air itu tak manis. 

“Emak, kapan kita bisa beli sirup buat berbuka?” kata bocah itu. 

“Nanti ya Le, kalau Emak ada rejeki.” 

Mendengar jawaban dari Emaknya begitu, bocah itu tak banyak protes. Diteguk lagi air putih itu dengan penuh takzim. Dia sangat tahu bagaimana Emaknya harus bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sejak Bapaknya minggat entah ke mana. Emaknya banting tulang, pagi menjadi buruh cuci gosok, siangnya mencari rosokan. Membeli dan menikmati segelas sirup ketika berbuka adalah sesuatu yang mewah bagi mereka. 

Setiap hari bocah itu membantu emaknya mencari rosokan. Dari keliling mencari rosokan itulah dia tahu, di rumah warga banyak televisi yang mengiklankan salah satu merk sirup untuk berbuka puasa. Iklan itu memang sangat santer jika bulan ramadhan. Seperti siang ini, dengan keringat yang membuat badannya semakin dekil, dia menyaksikan lagi iklan sirup itu. Lagi-lagi dia menelan ludah. Keinginannya semakin memuncak, kering tenggorokannya semakin meronta ingin dialiri air manis yang beraneka warna. 

Entah syaitan apa yang membisikkan ke dadanya. Dengan terburu-buru dia masuk ke salah satu minimarket. Ditujunya tempat botol sirup berbagai merk dipajang. Diambilnya salah satu botol dan di masukkan ke dalam kaosnya yang sudah melar. Dengan langkah was-was dia meninggalkan deretan botol itu. Namun seorang bapak ternyata memilhat gerak geriknya dari tadi. Dihadang tubuh dekilnya. Badan Andi gemetar, dia tak berani menatap sosok di depannya. 

“Namamu siapa?” 

“Hmm An ... an ... Andi, Pak!” Dengan terbata-bata dia menjawab pertanyaan itu. 

“Lain kali jangan mencuri ya! Ini uang buat kamu bayarkan ke kasir!” Kata bapak itu sambil menyodorkan sejumlah uang. 

Kini Andi menantap Bapak itu dengan penuh ketakutan. Namun seutas senyuman tulus tergambar di wajah sang bapak. Dengan buru-buru dia menuju ke kasir dan membayar sirup yang nyaris dia curi. Setelah membayar, dia menoleh ke tempat Bapak tadi berdiri, namun sudah tidak ada lagi. 

Sejak peristiwa itu Andi selalu berdiri di depan minimarket itu. Menunggu sosok sang Bapak yang telah memberinya sejumlah uang. Namun tak pernah dia temukan. Sosok bapak itu bagaikan seorng malaikat yang diutus untuk membantu dirinya. Untuk merasakan manisnya air yang bernama sirup. 

*** 

“Mas, kok tidak segera berbuka? Sudah adzan dari tadi loh!” Suara lembut dari seorang perempuan yang duduk persis di depannya. Suara lembut itu juga yang telah mengembalikan pikirannya yang sudah melayang dari peristiwa puluhan tahun silam. Seorang perempuan yang telah dia nikahi 4 bulan yang lalu. 

Andi kini menjadi seorang pengusaha yang memiliki pabrik minuman sirup merk terkenal. Setiap ramadhan dia bagikan anekan makanan dan minuman sirup ke panti asuhan, ke anak-anak jalanan dan penghuni kolong jembatan. Dengan berbuat begitu dia merasa bahwa mungkin inilah caranya untuk berterimakasih kepada sosok sang Bapak yang telah menolongnya waktu itu. 



#tantanganRWC
#Day1
#sirup