Selasa, 20 Maret 2018

Diorama Cinta part12



Kukenakan gamis tosca dengan kerudung warna senada. Hari ini aku akan menghadiri acara reuni di kampusku dulu. Sebelum Haifa datang menjemputku, aku layangkan pesan WhatsApp ke nomer mas Bram. 

Mas ... pagi ini aku ke kampus ya? Mau reuni. Ijinku yang memang terkesan bukan sebuah ijin namun lebih kepada pemberitahuan. Sambil menunggu balasan, aku menuju ke dapur. Aku buka jendelanya, aku tengok ke pekarangan, aku cari di mana sosok dua ekor burung gereja. Namun lagi-lagi aku kecewa. Burung gereja itu lagi-lagi cuma sendiri. 

Gawaiku berbunyi, Aku lihat ke layarnya, ada sebuah panggilan masuk, dari mas Bram. 

“Assalamualaikum.” 

“Wa’alaikumsalam.” 

“Mau pergi dengan siapa?” 

“Sama Haifa mas.” 

“O ya udah, hati-hati ya?” 

“Iya mas.” 

“Gimana kamu sehat kan?” 

Aku tak menjawab pertanyaan itu, air mataku mengalir. 

“Fania ...?” 

“Iya mas, aku sehat, aku baik-baik saja kok!” Aku seka air mataku, aku berusaha menjawab pertanyaan itu dengan nada suara yang seperti biasanya. 

“Alhamdulillah. Oiya maaf ya Fania, akhir-akhir ini aku sibuk. Jadi jarang menghubungimu.” 

“Iya mas, Fania ngerti kok.” 

“Ya udah kalau begitu, hati-hati di jalan ya! Assalamualaikum.” 

“Iya Mas, Waalaikumsalam.” 

Kini air mataku mengalir lagi, kejadian malam itu diruang dokter terlintas dalam pikiranku. Kata-kata dokter itulah yang membuat pikiranku akhir-akhir ini menjadi kacau. Dan akupun belum ke dokter kandungan seperti yang di rujukkan kepadaku. Bukannya apa-apa, aku cuma takut menghadapi kenyataan jika benar aku mengidap penyakit kanker ovarium. 

Sebuah klakson mobil berbunyi. Itu pasti Haifa, gumamku dalam hati. Aku ambil tas di sofa yang sudah aku persiapkan dari tadi. 

“Hai, Haifa.. ayo langsung  berangkat saja!” Aku temui dia di pekarangan rumah. 

Sampainya di sana, aku lihat sudah banyak yang datang. Begitu juga teman-teman seangkatanku. Kita saling melepas rindu dengan saling berbincang. Haifa yang dari tadi ada di sampingku, kini aku tak tahu kemana dia. Sindy, teman sekelasku, datang dengan menggendong bayi dan suaminya. Anaknya lucu sekali, bayi perempuan dengan memakai baju merah muda dan bando di kepala, cantik sekali. Ya Allah, rasanya aku ingin sekali menimbang bayi, ya ... bayiku sendiri. Lamunanku kian liar kemana-mana. Seandainya aku punya bayi pasti lucu seperti itu. 

“Fania...” Haifa menarik tanganku. 

“Hei ... kemana saja kamu. Ada apa?” 

“Fania ... Faras ingin menemuimu!” 

“Hah, Faras?” aku terperanjat mendengar perkataan Haifa. Bagaimana Faras ada di sini? 

“Fania, Faras baru saja meneleponku, dia menuju kesini.” 

Seketika badanku lemas, aku binggung. Apa yang akan ku katakan kepada Faras? 

“Tenang saja, aku sudah bilang bahwa kamu sudah menikah kok!” Kata Haifa berusaha menenangkanku, sepertinya dia tahu bagaimana kegalauan hatiku. 

Tak berselang lama datanglah Faras dengan mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna biru dengan celana berwarna hitam. 

“Fania, bisa bicara sebentar?” tanyanya. 

“Bisa, tapi bertiga dengan Haifa, bagaimana?” 

“Ok , tak masalah.” 

Aku tarik tangan Haifa, supaya mengikuti langkah kami. Kami menuju taman di depan gedung perpustakaan. 

“Fania, jujur aku kecewa sekali saat tahu bahwa kamu sudah menikah.” 

Aku diam saja dan tak berani menatapnya. 

“Dulu aku kira kamu akan menungguku hingga aku bekerja, lalu aku akan ke rumahmu, melamarmu,” lanjutnya. 

Aku tarik nafas panjang. Haifa di sampingku juga diam. 

“Ternyata aku salah, aku tahu dari Ridho bahwa kamu sudah menikah. Aku pulang ke Indonesia untuk memastikan apakah benar itu terjadi. Ternyata memang benar begitulah kenyataannya.” 

Ridho adalah teman kita se SMA. Aku tahu aku salah, namun aku juga tak mungkin menolak permintaan ibuku. Aku lihat Faras, namun dia tertunduk lesu. 

“Faras maafkan aku, ini sudah takdir dari Allah.” Kataku dengan setengan berbisik. 

Namun seketika itu, kepalaku pusing, pandanganku menjadi gelap. Sayup-sayup aku dengar Haifa dan Faras memanggil namaku. 





Bersambung ....

Baca Cerita sebelumnya : Diorama Cinta part11 

#TantanganCerbung
#ODOP

5 komentar: