Jumat, 09 Maret 2018

Cerbung part4


Burung Gereja

Kulihat kalender di dinding, jariku mulai menghitung hari pernikahan kami dan berhenti di hari ini. Sudah 42 hari aku menjadi seorang istri. Kini hari-hariku lebih banyak aku habiskan dirumah. Nyaris tak pernah keluar kecuali membeli sayur atau diajak mas Bram untuk sekedar makan malam di luar. Selebihnya aku hanya berkutat di kasur, dapur dan sumur, itu kalau istilah orang Jawa. 

Pagi ini seperti biasa, pagi hari di mulai dengan membuat sarapan. Kini memasak tidak lagi menjadi “hantu” bagi diriku semenjak peristiwa kalung dan liontin itu. Acara memasak di televisi sudah aku lihat lagi, pembawa acaranya tidak lagi aku benci, jika grup WA membahas masalah masakan maka aku sesekali juga berkomentar, meskipun terkadang hanya berupa emoji. Terkadang aku suka tersenyum sendiri, ternyata hatiku mudah sekali di suap, hanya diberi hadiah saja bisa langsung hilang marahnya dan luluh. Sebenarnya bukan masalah hadiahnya, bukan masalah kalung dan liontin itu. Tapi lebih kepada sikap mas Bram yang mau meminta maaf dan mengerti perasaanku, itu jauh dari hadiah tadi. Ternyata sederhana sekali ya mau seorang wanita, cuma ingin dimengerti. hehehehe 

Pagi ini setelah memasak untuk sarapan dan Mas Bram sudah berangkat kerja, rutinitas berikutnya adalah mencuci piring dan membersihkan rumah. Jendela yang berada tepat di atas westafel cuci piring itu aku buka. Pandanganku menatap jauh kedepan, melihat tanaman di  halaman belakang rumahku. Rumputnya kini kelihatan panjang dan ada beberapa rumput liar yang harus segera dicabut biar tidak semakin mengintimidasi rumput yang sengaja aku tanam. Bunga-bunganya kelihatan ceria sekali dengan warna-warninya. Daunnya yang terkadang menari ke kanan dan ke kiri ketika tertiup angin sepoi-sepoi. Nampak ada seekor burung disana, yang sedang mematuki sesuatu di rumput, seperti sedang mencari makan. Lalu terbang keranting pohon kedondong.Tidak lama setelah itu, seekor burung mendatanginya. Lalu mereka berdua terbang tinggi entah kemana. 

Pemandangan seperti ini yang aku nantikan setiap pagi. Adegan kedua burung itu selalu menjadi adegan favoritku. Mereka selalu saja berdua. Ketika  baru seekor burung yang datang, tak lama kemudian seekor lagi menghampiri. Seperti membisikan sesuatu lalu mereka terbang. Mereka akan saling bersiul bersahutan sambil mengepakkan sayapnya. 

Seketika itu aku mendengar suara yang arahnya dari pintu rumahku. 

Tok ... tok ... tok. 

“Assalamualaikum.” Terdengar suara seseorang di balik pintu. Dengan buru-buru, kubersihkan tanganku dan kumatikan kran airnya. 

“Wa’alaikumsalam,”jawabku. Dengan setengah berlari aku menuju ke ruang tamu. kubuka pintunya. 

“Hai ... Fania!” Seorang gadis disana, dan aku kenal betul dengan wajah itu. 

“Ya Allah Haifa, tumben kok kerumah?” sambil kusalami dan kupeluk sahabatku itu. 

“Ayo masuk!” Kupersilakan dia untuk masuk kedalam rumah. Lalu dia duduk di pojokan sofa. 

“Gimana kabarnya? Sejak pernikahanku, kita belum pernah ketemukan lagi kan?” tanyaku. 

“Idih... kamu itu yang menghilang. Di telepone gak pernah diangkat, di WA di read doank. Gak pernah nongol saat anak-anak pada kumpul. Di grup WA juga seringnya Cuma silent reader. Kamu kemana aja Nyonya.Bramatyo? kamu dipingit sama suamimu ya?” kata-katanya tanpa jeda, nyaris membuat aku tidak bisa menjawab pertanyaannya untuk membela diri. 

“Sebentar,Mas Bram ... baik kan orangnya? Maksudku tidak ada KDRT dalam rumah tangga kalian?” tanyanya sambil menyipitkan matanya penuh curiga, seperti meminta penjelasan dariku. 

“Haduh ... kamu itu ya kebanyakan lihat sinetron, pikirannya jadi drama begitu. Aku baik-baik saja kok, seperti kamu lihat sekarang.” Kataku membela diri. 

Haifa bangkit dari tempat duduknya. Diperhatiankan aku dari kepala hingga kaki. Tidak puas sampai disitu, dia memutar mengelilingiku. 

“Ya ... ya... tak ada tanda-tanda kekerasan,” katanya sambil menganggukkan kepalanya. 

“Habis kamu gak ada kabar gitu. Aku kan khawatir sama kamu. Gimana enak gak menikah. Jadi seorang istri gimana?” tanyanya dengan antusias sambil mendekatkan wajahnya di wajahku. 

“Ih ... kepo, makanya segera menikah biar tahu gimana rasanya menikah dan jadi istri.” Kataku yang tak mau kalah oleh tindakan intimidasinya. 

“Kamu mau minum apa? Mau yang dingin apa yang hangat?” Tanyaku sambil berjalan menuju ke dapur. 

“Gak usah Fan, aku Cuma sebentar kok. Aku hanya mengantarkan undangan reuni akbar bulan depan di kampus. Ya ... Sengaja aku antar saja kerumahmu. Habis kalau aku WA takut gak kamu baca.” 

“Oh ... reuni itu? iya aku pernah lihat di grup WA.” 

“Iya ... kamu datang ya! Biar gak suntuk dirumah terus. Kumpul-kumpul sama teman-teman. Kalau kelamaan jadi istri yang kerjanya di rumah terus bisa-bisa kamu seperti mayat hidup, Zombie Hiii . Tak punya semangat hidup.” Katanya yang mencoba menakutiku. 

“Ngaco kamu ..., kamu itu yang harusnya cepat menikah biar pikirannya gak drama gitu, ngawur.”Dan kamipun tertawa bersama. 


Bersambung ....

Baca Cerita sebelumnya :Liontin Hati



#TantanganCerbung
#Cerbung10Episode
#ODOP
#OneDayOnePost



4 komentar: