Minggu, 24 November 2019

Kalatidha


Judul : Kalatidha
Penulis : Seno Gumirang Ajidarma
Penerbit    : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 978-602-06-2284-2
Cetakan Tahu : 2007/ cetakan pertama

Sebuah novel berjudul Kalatidha yang ditulis oleh Seno Gumirang Ajidarma ini mempunyai  halaman sebanyak 214 dan 16 halaman pembahasan dari Melani Budianta dan Hilman Farid. Di halaman awal ada sebuah  tembang dari Ranggawarsita yang berjudul Kalatidha (Zaman Rusak). Maka dalam karya ini, Seno membuat sebuah novel yang berjudul sama, yaitu Kalatidha sebagai edisi  kritis berdasarkan peristiwa di tahun 1965.

Buku ini sebenarnya menceritakan tentang seseorang yang masuk penjara karena membobol sebuah bank. Di dalam penjara dia merekam kembali ingatan ke masa lalunya bersama  kliping Koran tahun 1965 yang berhasil ia selundupkan. Kliping Koran tersebut adalah milik kakak perempuannya yang dituduh sebagai anggota Gerwani. Peristiwa G30S/PKI menjadi latar cerita novel kalatidha ini. Sebuah sejarah yang masih menyisakan luka bagi korban dan keluarganya dan juga masih menjadi misteri.

Kalatidha dibuka dengan  sebuah kabut dan sepanjang cerita diselimuti kabut. Kabut menggambarkan sebuah ranah ketidakjelasan, sebuah ruang yang terbuka untuk menafsirkan berbagai kemungkinan. Karena kabut lekat dengan kemampuan dan ketidakmampuan panca indra untuk melihat.
Novel ini mempunyai plot yang lompat-lompat. Di awal  mencerita seorang anak (masa kecil pembobol bank) yang berkisah tentang sebuah dunia di balik kabut hutan bambu. Di hutan bambu itu terdapat 11makam prajurit jepang yang melakukan hara-kiri dan sebuah nisan  milik gadis kecil yang meninggal.  Sejak kecil aku selalu menatap kabut, yang memberikan dunia kelabu, basah dan berembun, kabut yang bagaikan menyimpan sebuah rahasia di baliknya, rahasia yang tiada pernah dan tiada perlu terungkap (halaman 1)

Sebuah makam gadis kecil yang meninggal bersama keluarganya di bantai pada tahun 1965-66. Gadis kecil yang ia sukai,  meninggal karena di bakar rumahnya oleh massa karena dianggap keluarga PKI. Semua keluarganya meninggal  kecuali kembaran gadis tersebut yang akhirnya menjadi gila.
Tokoh ‘aku’ melihat pembunuhan itu sebagai dunia yang mengerikan, dan tidak bisa diterima oleh akal. Dan ia beruntung bisa melakukan sebuah perjalanan antara dunia nyata yang direkam oleh kumpulan kliping kakak perempuannya dan “dunia kabut” yang ia ciptakan sendiri yaitu berteman dengan gadis pujaannya yang telah meninggal. Di saat gadis kembarannya yang gila meregang nyawa, gadis yang ia sukai (yang sudah meninggal) masuk ke dalam jasad kembarannya dan menuntut balas atas kematian keluarganya.

Novel karya Seno Gumirang kali ini penuh dengan kritik sosial. Di mana manusia memburu sesama manusia dengan penuh kebencian.  Katalidha (Zaman rusak), sebuah istilah yang tepat untuk menggambarkan sebuah masyarakat yang sakit, manusia memburu sesama manusia dengan keji. Menunduh dan menghakimi  tanpa bukti. Kebencian meninggalkan akal sehat, luka dan sakit hati meluapkan dendam yang tak berperikemanusiaan.

Meskipun penuh dengan kritik sosial, saya suka gayakepenulisan dalam buku ini. mengungkapkam sebuah fakta dan pesan moral dengan bahasa yang puitis dan membutuh perenungan yang dalam, yang merupakan ciri khas gaya kepenulisan Seno Gumira Ajidarma.

“Pada mulanya memang kabut, masih, dan akan selalu kabut dan sebaiknya memang tetap saja kabut, yang kekelabuannya tiada pernah dan tiada perlu memberikan sesuatu yang jelas. Apalagi yang menarik dari hidup ini jika segala sesuatu sudah begitu jelas dan begitu pasti? Aku adalah anak kabut,dilahirkan oleh kabut, hidup di dalam kabut, dan hanya bisa hidup dalam dunia berkabut, karena hanya di dalam kabut aku bisa menjadi pengembara di dalam dunia yang kuciptakan sendiri. Hanya kabut, demi kabut, dan atas nama kabut kupertaruhkan hidup dan matiku, pahit dan manisku, suka dan dukaku, kebahagiaan dan kepahitanku, kehidupan dan kematianku dalam segala kemungkinan yang telah diciptakan Tuhan untuk dijelajahi olehku. kabut adalah duniaku-Dalam kabut itulah aku mengembara dan menjelajahi seribusatu kemungkinanku.” (Halaman 1-2)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar