Senin, 29 Januari 2018

BELAJAR DARI MBAK ONI

Hari ini aku belajar banyak dari sosok yang sangat sederhana, mbak Oni namanya. Dia yang sehari-hari membantuku membersihkan rumah. Berangkat pagi pulang siang.
Sebenarnya mbak Oni adalah orang Flores, Nusa Tenggara Barat. Karena tuntutan ekonomi, akhirnya merantau ke Surabaya. 7 tahun menjadi pramusaji di sebuah restauran. Uang hasil kerja dia kirim ke kampungnya untuk menyekolahkan adik-adiknya.
Sekarang dia menikah dengan pemuda di kampung kami, dan tinggal di sini. Suaminya,sebut saja Budi, adalah pemuda yang kurang sempurna secara fisik karena terkena polio waktu kecil. Budi bekerja serabutan, terkadang membantu menjaga kandang ayam milik kepala desa atau membantu warga memperbaiki pompa listrik yang rusak. Padahal mbak Oni cantik, sempurna fisiknya,mencari suami yang sempurna secara fisik pasti tidak susah untuknya.
Mungkin bagi sebagian orang membutuhkan kebesaran hati untuk bisa menerima keadaan Budi. Atau mungkin juga mbak Oni sudah jatuh cinta dengannya?!, entahlah. Tapi memang cinta terkadang susah ditebak. Pernikahannya dengan Budi mempunyai satu putri, Olivia namanya.
Kekagumanku bermula ketika suatu hari aku berbincang dengannya.
“ Mbak Oni, kok bisa kenal sama Budi di mana mba?”, pertanyaan ku membuka pembicaraan kami.
“ Dulu mas Budi sering main ke Restaurant ke saudaranya yang juga bekerja denganku!”, jawabnya sambil tersipu.
“oo… , terus gimana kok mbak Oni bisa menikah? Kan sampean sama Budi beda agama?”, tanyaku dengan penasaran.
“Mas Budi bilang sama aku, kalau mau menikah dengannya harus masuk islam, lalu aku bilang sama kedua orang tuaku. Kata orang tuaku tidak apa-apa, asal aku baik sama orang dan taat sama Tuhan. Mungkin sudah takdir-Nya sehingga aku jadi mualaf”, jawabnya dengan mata berbinar.
“Apa sih mbak yang membuat mbak Oni mau menerima pinangan dari Budi?”, tanyaku dengan hati-hati.
“Mungkin sudah takdir saya, yang penting bagi saya mas Budi orangnya baik dan tanggung jawab sudah cukup!”, jawabnya dengan malu.
MasyaAllah aku tertegun, jawaban dari mbak Oni membuat ku jadi melek. Disaat kebanyakan orang ada yang menyalahkan takdir atau mungkin tidak mau menerima takdirnya, ternyata ada sosok seperti mbak Oni yang malah melihat segala sesuatu dengan mensyukuri takdir yang berikan padanya.
Kekaguman ku tak cukup sampai di kisah ini.
Suatu hari dia bercerita bahwa di rumahnya sekarang dia tinggal dengan kakek Budi, ibu mertua dan adik perempuan iparnya yang sudah berkeluarga. Kakek Budi sakit karena sudah tua tidak bisa berjalan. Maka setiap aktifitasnya seperti mandi, membersihkan kotoran, menyiapkan makan dan menyuapin, itu semua dilakukan oleh mbak Oni. Padahal secara hubungan darah dia adalah orang luar yang masuk ke keluarga itu karena ikatan pernikahan. Kenapa bukan adik iparnya yang merawat kakeknya. Kenapa malah mbak Oni?!.
Bukan hanya itu, ketika ibu mertuanya sakit dirawat di rumah sakit, mbak Oni ijin tidak masuk kerja.
“Kenapa mbak kok tidak datang kerumah?”, tanyaku.
“ Ibu dirumah sakit, ga ada yang jaga kalau malam disana”, jawabnya.
“Loh mbak Oni sama Olivia tidur dirumah sakit?!, kasihan Oliv masih kecil mbak, apa ga ada yang bisa gantiin?”, tanya ku dengan rasa iba.
“ Aku, suami sama Olivia yang tidur disana, kalau aku gak tidur disana, ayahnya Olive gak bisa ngantar ke kamar mandi dan gak bisa mandiin !”, jawabnya.
"Oo iya," batinku dalam hati. Budi kan secara fisik tidak bisa berjalan seperti pada manusia umumnya, mungkin agak susah kalau membopong ibunya ke kamar mandi.
“Masya Allah mbak, sampean kok begitu baik sama ibu mertua!”, penyataan ku dengan diliputi rasa kagum.
“Bukannya apa-apa sih, cuma aku ngebanyangin ibuku. Mungkin suatu saat ibuku akan di rawat sama menantunya. Kalau aku baik sama ibu mertuaku, semoga ibu ku juga di rawat dengan baik dengan menantunya kelak”, jawabnya dengan penuh harap.
Ya Allah serasa mau berlinang air mataku. Sosok seperti mbak Oni jarang sekali aku temui. Dia ikhlas dengan takdir nya.

Karena penderitaan kita adalah kita tidak menerima kenyataan. Padahal barang siapa yang ridho dengan ketentuan Allah maka Allah akan ridho kepada dirinya. Jadi mungkin kuncinya adalah jangan MEMPERSULIT DIRI.
Itulah pelajaran yang ku peroleh dari mbak Oni, sosok sederhana yang begitu menginspirasi.



7 komentar:

  1. Terlalu besar pengorbanan yang diberikan:
    1. Pengorbanan akidah dengan menjadi mualaf
    2. Pengorbanan hidup dengan mengabdikan dirinya kepada orang yang -maaf- tidak sempurna
    3. Pengorbanan materi karena harus ijin kerja merawat mertua.

    Sungguh terbuat dari apa hati mbak Oni?
    Tidak ada doa yang terindah selain "Jannah" yang jadi tumpuan.

    BalasHapus
  2. Terlalu besar pengorbanan yang diberikan:
    1. Pengorbanan akidah dengan menjadi mualaf
    2. Pengorbanan hidup dengan mengabdikan dirinya kepada orang yang -maaf- tidak sempurna
    3. Pengorbanan materi karena harus ijin kerja merawat mertua.

    Sungguh terbuat dari apa hati mbak Oni?
    Tidak ada doa yang terindah selain "Jannah" yang jadi tumpuan.

    BalasHapus
  3. Aamiin...
    Terimaksih wali, sudah mau mampir kesini, dikasih oleh- oleh lagi..terimakasih..terimakasih.
    Ditunggu respon tulisan yang lainnya..hehehehe

    BalasHapus
  4. Keren ceritanya sangat menginspirasi👍👍👍

    BalasHapus
  5. MasyaAllah... Terharu saya bacanya..

    BalasHapus