Minggu, 04 Februari 2018

SURAT CINTA UNTUK UWAIS

Malam itu, 31 januari 2013 perutku merasa mulas, tanda-tanda akan melahirkan pun semakin jelas. Aku nyakin entah malam ini atau besok pagi, bayi dalam kandunganku pasti akan lahir. Kulirik tas yang tergeletak di pojok kamar, tas untuk persalinan. Tas itu berisi baju bayi, baju gantiku, kerudung dan sarung. Sebenarnya perasaanku tak setegang melahirkan anak pertama dulu, cuma ada yang menganjal pikiranku, sekarang pukul 23.30 wib bagaimana jika bayi ini tak sabar ingin bertemu dengan ibunya? Kami naik apa ke rumah bidan yang jaraknya lumayan jauh? Tidak mungkin kami naik motor, motor itu pasti overload karena ada aku, ayahnya dan Rizwan anak pertama kami. Sedangkan mencari taksi tengah malam begini, apa ada ?. 
Ku elus-elus perutku, kukatanya padanya, “Nak keluarnya besok pagi saja ya, agak pagian!”, pintaku. Mules itu bertambah namun durasinya masih lambat.

Tanggal 1 Februari 2013. pukul 03.15 wib.
Darah segar itu sudah nampak. “Mungkin ini waktunya aku harus pergi”, gumamku dalam hati. Tas di pojok kamar itu kuraih, suamiku yang sudah siap dari tadi menstater motornya untuk mencari taksi. Dalam perjalanan, perutku bertambah kontraksinya. Dan sepertinya supir taksi itu tau bagaimana kegundahanku, aku takut melahirkan dalam taksi ini. Dengan kencang dia kemudikan mobilnya.

Pukul 06.00 wib Bulak kapal Bekasi.
“Masih bukaan 3 bu”, kata bidan itu kepada ku. “Mungkin sejam atau dua jam lagi, ibu tunggu di sini saja ga usah pulang”.
Ku elus perutku, “Anak Pintar, nanti bantu ummi ya nak! Ummi juga sudah ga sabar ketemu sama kamu”. 
Kontraksi itu semakin lama semakin sering. Tulang ekorku seperti ditarik dan mau putus rasanya, sakit sekali. Melihat ibunya yang meringis kesakitan, Rizwan (yang waktu itu masih berusia 4 tahun) mengelus-elus perutku.
“Sabar ya ummi, adik Rizwan mau keluarkan?”, tanyanya.
kujawab pertanyaan itu hanya dengan anggukan kepala.

Pukul 10.00 wib.
Kontraksi nya semakin sakit dan jeda waktunya semakin sering, dari pengalaman melahirkan sebelumnya aku tahu bahwa bayiku mau lahir ke dunia. 
“Ayah tolong panggilkan bidannya”, pintaku dengan berbisik.
Bu Bidan pun datang, setelah diperiksa akhirnya aku di bawa ke ruang bersalin. 
“Rizwan tunggu diluar ya, ayah jagain ummi mengeluarkan adiknya”, sayup-sayup kudengar suamiku bicara dengan anak sulungku.
Disela rasa sakitku, kulantunkan doa dan pujian untuk-Nya. Yang katanya ini adalah pertaruhan nyawa seorang ibu untuk anaknya. air ketubanku pecah dan inilah saatnya perjuanganku dimulai. Berkali-kali aku mengejan tapi mengapa dia tidak jua mau keluar? 
“Ayah... , aku sudah ga kuat”, kataku, aku menyerah.
“Bentar lagi ummi, bentar lagi… , semangat ya!”, memotivasiku sambil menggemgam tanganku. 
“Ayo bu… Mengejannya pake tenaga perut ya, ga usah bersuara. Sebentar lagi kok, sudah  kelihatan kepalanya”, kata bidan itu menyemangatiku.

Dan akhirnya lahirlah dia dengan persalinan normal, Uwais nama yang kami berikan untuknya. panjangnya 50 cm dengan berat 3,8 kg. karena bayinya besar, pundaknya selalu nyangkut ketika hendak keluar, itulah mengapa mengejan berkali-kali tapi tidak kunjung lahir. Dari ketiga persalinanku, melahirkan uwais adalah yang paling sakit dan membutuhkan perjuangan yang panjang.



*********** 
 Kini bayi yang dulu susah di lahirkan, hari ini tanggal 1 februari 2018 genap berumur 5 tahun. Harapan kami sebagai orang tua, kami ingin kamu seperti sosok namamu, Muhammad Uwais Al-qarny. Muhammad seperti sosok rasul Allah,bahwa kamu umatnya nabi Muhammad, harus meneladi kehidupan dan akhlak beliau. Sedangkan Uwais  adalah pemuda dari Qarn, seorang pemuda yang tidak dikenal oleh penduduk bumi tapi terkenal oleh penduduk langit. pemuda yang sangat berbakti kepada ibunya. 





Tulisan ini aku persembahkan buat uwais anakku... 
(bahwa ibunya pernah menulis ini untuknya)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar