Kamis, 08 Februari 2018

BERSYUKURLAH!

Terkadang kita lupa, bahwa ada orang yang menginginkan kehidupan seperti kita. Sedangkan kita malah sibuk dengan kegalauan hati yang selalu merasa kurang.
Pagi ini seperti biasa, setelah mengerjakan rutinitas harian, aku membuka gawaiku untuk menghilangkan sedikit lelah. Ada sebuah pesan WhatsApp yang masuk di layarnya. Ternyata whatsApp dari teman lama, teman SMAku dulu. Sudah 3 tahun dia bekerja di Jakarta, belum menikah. Dia mengabarkan kepadaku bahwa minggu depan dia akan berangkat keluar negeri untuk tugas belajar, ya …  dapat beasiswa ke salah satu Universitas di Brimingham Inggris. Seketika itu perasaanku campur aduk, ada rasa bahagia, ada rasa resah, ada perasaan minder, perasaan bahwa aku bukan siapa-siapa.

Dulu dia adalah sahabatku. Kemana- kemana kita bersama hingga kita memutuskan untuk kuliah ditempat yang berbeda, disitulah kami berpisah. Dan kini kami memilih jalan yang berbeda. Setelah lulus kuliah aku menikah dan memilih karir di dalam rumah, sedangkan dia, bekerja di sebuah instansi pemerintah di Jakarta. Lamunanku kian mengelana, berbagai macam lintasan peristiwa hadir dalam pikiranku.
Selamat ya, seneng dengarnya.  Aku tulis pesan itu.
Kamu kapan-kapan tengokin aku kesana ya, nanti kita jalan- jalan keliling Eropa. Balasannya.
Hmm … iya kalau sempat ya, kamu kan tahu aku sekarang tak seperti dulu, kemana- mana bawa pasukan banyak! Andai aku dulu tak menikah mungkin sekarang juga mengelana entah kemana, seperti kamu. 
Jangan begitu, terkadang aku malah iri melihatmu. Dia membalas.
iri denganku?  
Iya … kamu punya semua yang aku belum punya. Punya keluarga, punya anak yang lucu. Aku yang terkadang merasa sendiri di sini. Merasa kesepian.
Jariku seperti kaku, aku tak tahu harus membalas dengan tulisan apa?
Dia merindukan kehidupanku? Mempunyai suami dan keluarga kecil, sederhana sekali.
Kamu baik-baik di negeri orang ya! hati-hati.
Akhirnya kata-kata itu yang kukirim, karena aku sudah speechless, tidak tahu harus menulis apa.

Ya … semua orang menjalani ujiannya masing-masing. Ada yang diuji dengan jodoh, dengan pasangan, dengan anak, dengan keuangan, dengan pekerjaan, dengan kesehatan.  Dan setiap orang menjalani ujian-ujian itu dengan berbeda versi dan porsi.

Lantas kenapa kita merasa paling merana di dunia ini? Bukankah semua juga menjalani ujiannya?
Mungkin pola pikirku yang harus dirubah, harusnya aku tidak meratapi kekurangan. Tapi memulai dari rasa syukur. Mensyukuri apa yang aku punya.

Aku punya keluarga kecil yang bahagia. Suami yang baik dan bertanggungjawab. Anak-anak yang sehat, pintar dan isyaAllah shaleh. Aku sehat tidak kekurangan apapun. dan aku memiliki nikmat iman dan islam, bukankah itu nikmat yang terbesar yang harus di syukuri?

Aku punya Allah yang menggemgam seluruh alam semesta ini. Apa yang susah buat Allah?
Jika Dia berkehendak, kun fayakun, maka seluruh alam semesta akan bergerak untuk mewujudkanya.
Bukankah dengan bersyukur, Allah akan menambah nikmat-Nya?

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih" (QS. Ibrahim:7)




12 komentar:

  1. Terima kasih remindernya kk, salam kenal dari mars :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal jugaa. terimakasih sudah berkunjung

      Hapus
  2. Semangat Bersyukur.
    Terimakasih Mbak sudah mengingatkan ^_^

    BalasHapus
  3. Mba..tulisannya sedikit mewakili perasaan para wanita yang memilih berkarir di dalam rumah. Tapi kita percaya ya bahwa apa yang kita jalani pasti akan selalu ada kebahagiaan di dalamnya

    BalasHapus
  4. Suka bnget sama tulisan.y.
    Semoga kita selalu bersyukur atas nikmatNya.

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. MasyaAllah luar biasa tulisannya keren😊

    BalasHapus