Minggu, 04 Februari 2018

PERSEPEKTIF LAIN TENTANG PROFESI IBU RUMAH TANGGA


Pada dasarnya semua ibu adalah pekerja. Ada yang memilih fokus bekerja di ranah publik namun ada juga yang fokus  berkerja di ranah domestik. Jadi menurutku sudah tidak jaman lagi ya mem-versus-kan keduanya, antara ibu pekerja diranah publik dengan ibu rumah tangga. keduanya mempunyai peran peradapan masing-masing, keduanya sama-sama mulia. Keduanya mempunyai tantangan yang berbeda.  Namun  kali ini, aku akan membahas tentang ptofesi ibu rumah tangga.
Banyak orang mencibir profesi yang satu ini. Mengganggap bahwa profesi ibu rumah tangga adalah profesi yang tidak berkelas, tidak membutuhkan kualifikasi pendidikan yang tinggi dan menganggap bahwa semua orang pasti bisa. Sekilas memang profesi ini begitu mudah dijalani. Tak perlu keahlian khusus, tapi apakah memang begitu kenyataannya?
Tidak sedikit wanita yang bergelar sarjana memilih profesi ini, mendapat pandangan yang sumbang dari masyarakat atau keluarga besarnya. Mereka menganggap bahwa sayang sekali ijasah yang dengan susah payah di raih kini hanya tersimpan rapi dalam lemari. Anggapan "sayang ilmunya" membuat stigma negatif bahwa profesi ibu rumah tangga tidak perlu pendidikan tinggi. tapi apakah memang begitu?.  
Mendidik anak adalah tugas orang tua, baik ayah ataupun ibu, baik ibu pekerja ataupun ibu rumah tangga. Seorang ibu rumah tangga yang sebagian besar waktunya di habiskan dirumah, maka konsekuensi logisnya adalah dia punya banyak waktu bersama anak-anak mereka. Bermain bersama atau menemaninya untuk tumbuh dan berkembang. Menemani anak-anak untuk melakukan kegiatan yang positif, aktifitas yang sesuai usianya, yang mendukung tumbuh kembangnya, bukankah membutuhkan kreatifitas dan pengetahuan atau ilmu yang tidak sedikit?! 
Kalau parameternya dunia, maka profesi ini seperti tidak berkelas. Sebagian besar yang menekuni profesi ini (meskipun tidak semuanya ya) daster jadi seragam andalan, tidak perlu gincu, setiap pagi tidak perlu berdandan rapi, bersepatu (padahal seharusnya juga harus berdandan rapi mengantar suami pergi kerja?). Tidak ada kenaikan pangkat, tidak ada promosi jabatan, uang lembur, atau perjalanan dinas keluar kota.
Tapi coba parameternya berubah, orientasinya diubah, dari dunia menjadi akhirat. pasti tidak menganggap remeh profesi ini. seorang ibu rumah tangga yang mendedikasikan dirinya untuk keluarga, anak dan suami adalah pekerjaan yang mulia. Membentuk generasi dari dalam rumahnya, menjadikan manusia-manusia yang mempunyai peran dalam peradabannya adalah tugas yang harusnya tidak di pandang sebelah mata. ibu sebagai arsitek peradaban. You teach a man:you teach a man, you teach a women ; you build a generation.
Lalu apakah benar tidak membutuhkan kualifikasi pendidikan yang tinggi?  Seorang ibu yang mempunyai tugas sebagai arsitek peradaban pasti membutuhkan ilmu yang banyak khususnya tentang pengasuhan. Apalagi tantangan jaman yang semua serba digital, semua  mudah dilakukan dengan sentuhan jari, pasti membutuhkan ketrampilan dan ilmu yang tidak sembarangan. Mendidik anak menjadi seorang yang tau tentang dirinya, tentang tuhannya pasti membutuhkan ilmu yang tidak main-main. ibu yang cerdas akan menghasilkan anak-anak yang cerdas.
Apakah mudah dijalani? Cobalah tengok kondisi para ibu rumah tangga. Mereka harus berjibaku dengan pekerjaan rumah tangga yang tidak ada habisnya. Terkadang kadar kewarasan yang mereka punya ada pada titik terendah. Kalau sudah begini apa yang akan terjadi? Pasti berakibat kekacauan dalam rumah, jadi uring-uringan. Jika seorang ibu yang kondisi emosinya tidak stabil, maka seluruh anggota keluarga pasti kena dampak yang luar biasa. Kena marah kan? hehehehe. Makanya akhir-akhir ini banyak bertebaran tagline  di media sosial Happy mommy happy family.
Saya punya seorang sahabat, dia dulu adalah seorang ibu pekerja di ranah publik. Pengajar di Universitas Airlangga Surabaya dan kini memilih menjadi profesi ibu rumah tangga murni. Apa yang terjadi? berbagai macam perasaan berkecambuk dalam dirinya. Dia merasa Useless, tidak produktif, rendah diri, mimpi-mimpinya serasa terbang tinggi meninggalkannya dan berbagai macam perasaan negatif lainnya. Apakah memang begitu? bagi saya dan sebagian besar ibu rumah tangga yang berijasah sarjana pasti berat jika melihat ijasah yang dengan susah payah di raih kini tersimpan rapi dalam lemari, ada ego yang harus ditaklukkan, dibutuhkan keikhlasan. Mengubah prioritas tujuan, dari siapa aku menjadi apa yang bisa aku lakukan. Bahwa orientasinya nya diubah dari dunia menjadi akhirat. bukankah anak-anak yang sholeh adalah investasi akhirat yang tidak ternilai harganya?
Sekali lagi kalau orientasinya dunia, maka ibu rumah tangga sepertinya tidak mempunyai ruang untuk berprestasi dalam hal duniawi, tidak ada hal besar yang bisa dibanggakan dari dalam dirinya. Namun para ibu rumah tangga seperti saya, bisa menekuni hobi. Mungkin dari hobi itu tergali sebuah potensi bakat yang dimiliki, dan dari potensi bisa menjadi sebuah kekuatan. Dengan kekuatan potensi inilah bisa menjadi citra positip bagi dirinya. 
Selayaknya manusia pada umumnya, seorang ibu rumah tangga pasti di anugrahi oleh Allah potensi uniknya, yang menjadikan potensi itu sebagai peran didalam kehidupan. Jadi ibu rumah tangga juga butuh diberi ruang untuk bisa mengembangkan hobi dan potensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar